Bokin katsudo, penggalangan dana bagi korban tsunami di Kanazawa Eki
Pak Dahelmi, Mikito san dan Mba Maya, saat bokin katsudo di Kanazawa stationKanazawa Eki, 21 January 2005
Ditengah cuaca yang kurang bersahabat dan tenaga yang
sangat
minim, Alhamdulillah, program Peduli Aceh kita di
Eki(stasiun) kemaren
telah membuat total dana yang tekumpul melebihi
600.000 yen . Mbak
Maya, Pak Dahelmi, Rama, Mikito san, Lina yang
nganterin barang,
Mbak Neny yang jagain anak-anak. Uda yang jagain Nisa
sepulang sekolah, O sukaresamadeshita.....(terimakasih
atas kerjakerasnya)
Awalnya penulis sempat ragu, apakah bokin (minta
sumbangan amal buat aceh) akan diadakan atau
dibatalkan mengingat sampai 1 jam molor dari rencana
menggelar
bokin, hanya penulis berdua mba Maya yang hadir di
Eki. Lina yang
sebelumnya dengan baik hati membantu penulis membawa
perlengkapan
sampai ke eki telah kembali ke kampus. Agung sempat
menyamperi,
tapi beliau harus kuliah, bye bye, hati-hati ya...
Kami harus terus berdiri selama satu jam, sebab
diruang tunggu ada
3 orang mabuk yang tampaknya menguasai tempat itu
(dari pada dari
pada....). Mbak maya sebenarnya habis arbaito (kerja
part time) dari pagi, wajah
beliau nampak capek, tapi semangatnya, jangan
tanya....... Penulis
yang sempat goyah mendengar telepon dr Rama yang
tampaknya tak
bersemangat buat bokin (mungut sumbangan), karena tak
ada tenaga lain yang bisa hadir,
bangkit lagi menjadi semangat karena merasa ada teman,
belum lagi
pengunjung eki cukup padat, wah.....
Sebenarnya, walaupun hanya berdua kami sempat berfikir
nekat, lebih
baik berdiri mengelar bokin diluar berdua dan dapat
dana beberapa
ribu, daripada berdiri menunggu tidak dapat apa-apa
dan kaki tetap
harus pegal. Untunglah Rama dan Pak Dahelmi kemudian
datang dengan
membawa donat dan kopi hangat, pas saat penulis mau
beli minuman
hangat karena merasa kedinginan. Srup..srup
...sebentar...buru-buru...
Kita yang sudah tak sabar langsung aisatsu
(mengucapkan salam dan minta ijin) ke ruang kepala
eki/stasiun ,
mereka baik sekali dan bilang OK,jadi PD deh.......,
kalau belum
aisatsu, penulis merasa takut kalau kalau ditegur
pihak keamanan,
kalau kalau......., sekarang ngerasa powerfull deh he
he
Awalnya karena cuma berempat Rama keberatan group
dibagi 2 agar
bisa menggelar di dua pintu masuk secara bersamaan,
seperti juga
seminggu yang lalu, Pak Hery keberatan grup dibagi
dua, beliau
khawatir dan minta kita menghemat tenaga dan suara
buat di Daiwa (nama department store) besoknya, saat
itu penulis bandel dan setelah sabar 2-3 menit
akhirnya tetap membawa minggat Lina dan pak Dahelmi ke
gate yang satunya he he. Pak Hery akhirnya terpaksa
membiarkan.... Geomenn ne (maaf) Pak Hery....
Akhirnya setelah diyakinkan, daripada dapat 50 % lebih
baik 100%
dalam waktu yang bersamaan, Rama terpaksa setuju
ketika penulis dan
pak Dahelmi menggelar di gate yang satu lagi.
Masing-masing, satu
tangan pegang spanduk, satunya lagi box, tampaknya
sangat
reasonable he he. Mba Maya sih sangat OK dan
mendukung, bagi
beliau , time is..... bokin........
Walaupun selama ini di setiap bokin katsudo ternyata
beliau berteriak
"Sumatra tsunami onegaishimau.....(artinya Sumatra
tsunami please, salah sih, habis mba maya ga bisa bhs
jepang..., harusnya Sumatra no tsunami no isya isya no
tameni onegaishimasu/buat korban tsunami sumatra)..."
toh tak ada yang protes.. he
he akhirnya dengan latihan singkat, beliau jadi fasih
berteriak "go
sien (bantuan) atau go sen yen (5000 yen)
onegaishimasu..."..... yappari. (tuh kan..)... he he.
Tabun daijoubu (mungkin ngga apa-apa).....
Haik....tabun....(ya mungkin�.???)
Selanjutnya, adalah perjuangan......
Cuaca sangat dingin, penulis yang biasanya bisa pakai
tangan kosong
disaat yang lain pake sarung tangan, kali ini beda,
setelah memaakai
sarung tangan pun tetap sangat kedinginan, belum lagi
kaki. Bisa
terbayang betapa kedinginannya Pak dahelmi yang baru
musim kali ini
bergaul dengan Snow. Tapi ketika ditanyakan apakah
daijoubu or not
beliau selalu bilang masih OK (......?)
Banyak kejadian mengharukan selama berteriak,
"Indonesia-Sumatra Oki
jishin to Tsunami no isyaisha no tameni go sien
onegaiitashimasu...".
Yang jelas Pak Dahelmi bisa berteriak dengan fasih,
padahal sebelum
ada bokin, nihonggo (bahasa Jepang) beliau almost zero
he he
Ada pelajar SMA wanita yang dengan sadar memasukkan
10.000 yen.
Penulis sempat tanya, apakah nggak apa-apa sebanyak
itu, kan masih
sekolah, dia bilang please....
Allahhu Akbar...penulis jadi pengen nangis......eh
nangis dikit
sih, tapi ga sempat berlanjut karena harus berteriak
lantang lagi,
Indonesia no oki jishin....... dst dengan mata
berkaca-kaca...
Kejadian hampir menagis dan menagis ditahan terjadi
berkali-kali
sepanjang pengalaman bokin. Minggu lalu penulis
dipeluk seorang
Ibu.
"Dari Indonesia?" Oh....kata beliau sambil memeluk
penuh
simpati dan menepuk-nepuk punggung. "Waktu nonton
berita tgg tsunami, tak henti-hentinya saya
menitikkan airmata...." kata beliau.
Ya Allah.. serasa bukan di Jepang..toh tak ada dalam
culture or kebiasaan mereka memeluk untuk menyatakan
simpati.
Kenapa Ibu ini lain ya ? kata penulis ke Lina di
sebelah disela-sela teriakan kami. Bagaimana cobaan
tsunami ini telah memanggil dan
mengetuk hati banyak orang tak dapat dipungkiri lagi.
Kalau
dilogikakan, hampir tak mungkin....kejadian-kejadian
semacam ini
ada disini.....
" Aku kok nggak dapat pelukan ya...." kata Lina,
pura-pura cemburu, hua ha ha.
Ada lagi dua gadis yang memberi dana, tapi kemudian
dengan penuh
harap meminta kami menerima "kairo" dari mereka dua
buah, semacam
busa untuk penghangat yang bisa ditempel bagian tubuh
.
"Dingin sekali..., pakailah ini, ganbette ya..", kata
mereka penuh harap. Mata mereka itu hlo....teduh,
simpati.....Ya Allah...Engakau Maha Tahu...
Kairo akhirnya kita masukin kesarung tangan satu
seorang, setelah
beberapa menit, eh enak...hangat....pak Dahelmi jadi
merasa kurang
hanya punya satu, sebab kalo ada dua bakal aman beliu
berfikir,
kita bisa lebih bertahan lama.Akhirnya kita memutuskan
break, kondisi badan juga harus OK agar bisa bekerja
optimal, penulis berlari untuk membeli kairo di
konbini (toko kelontong) , juga sekaligus buat Mba
Maya dan
Rama. Ternyata ada yang buat kaki juga, baru tau nih,
siip
deh........Yosh....beli....sekalian buat Ida dan
Indah...kalo udah datang.....berharap.
Alhamdulillah Mikito san datang membantu di group
Maya-Rama, suara
beliau yang dahsyat adalah sangat powerfull menarik
perhatian
pengunjung. Sebelum doi datang hanya suara mba Maya
yang terdengar,
Rama karena kurang sehat, sakit kepala, tapi
dipaksaain juga (padahal
sudah diwanti-wanti nggak usah maksain diri), hampir
ga bisa hapal
mau teriak apa. Sebenarnya penulis kurang enak hati
membiarkan Rama
terlibat, padahal kondisinya demikian, tapi gimana
lagi....gimanana
lagi....dilarang juga sudah tak bisa, siapa tahu Ida
dan Indah
bakal datang.....penulis tetap berharap.
Ganbarooo...! (Tetap semangat..)
Sesaat setelah diberikan, Mikito san langsung memasang
kairo di
kaki dan tangan, dia sangat kedinginan. Mulutnya masih
sambil
berteriak, lalu setelah beberapa detik dengan sigap
langsung
memegang sebuah kotak dan action lagi. Tiba-tiba
penulis yang mau
balik ke gate sendiri dicegat seorang siswi SMA,
sambil memegang
tangan penulis, menyodorkan 1000 yen, ketika penulis
menunjuk box
yang dipegang mikito, dia bilang "malu"... katanya
sambil wajahnya
ditekuk dan berbalik menjauh dan meninggalkan uangnya.
Penulis bingung, kasian, dan bertanya-tanya.....
Akhirnya penulis minta Mikito san pegang kotaknya di
arah berlawanan saja, biar mba Maya saja di arah yang
dekat ke pintu, mungkin kalau box dipegang perempuan
lebih netral
bagi gadis-gadis?, kalau Mikito, siapa tau nanti
banyak yang
malu.....gawat....deh, pemasukan bisa menurun drastis
he he.
Iya-iya...Mikito setuju. Menurutnya kalau masih SMA,
mungkin saja
malu. Oooo......?
Jam 5 sore, Rama ingin mengakhiri.
Masalahnya kali ini penulis dan yang lain ga mau
berhenti, pengunjung eki lagi rame-ramenya, dan kita
toh bersedia ditinggal pergi, kan masih tinggal 4
orang..... Apalagi kairo
memberi rasa nyaman, at least ga harus berjuang
melawan tangan dan
kaki yang kedinginan....banget...lagi.
Jam 6 kurang, group digabung ke satu gate yang terang
saja. Kita
bertahan terus. Anehnya penyumbang makin malam makin
rame, jadinya
malas menutup spanduk, bahkan kita ga teriak-teriak
juga duit tetap
berdatangan, lebih seru malah. Penulis malah
menyelingi teriakan
dengan diskusi sama Mikito san soal rencana charity
bazar, tempat
dll, sambil terus bilang terimakasih ke penyumbang,
lalu teriak
lagi, dst..
Seorang bapak berjas datang, buka dompet dan bertanya;
"Dari
Indonesia?" sambil mengamati penulis, terus memasukkan
sumbangannya. Entahlah beliau berfikir apa, mungkin,
Indonesia
paling taihen, kasian.....mungkin.....entahlah....
Terimakasih para penyumbang,semoga kebaikan anda semua
mendapatkan
balasan yang berlipat ganda.
Terimakasih Mikito san, terimakasih semua rekan-rekan
atas
kerjasama dan semangat juangnya...............
Terimakasih Eki, Yuki...Terimakasih Kanazawa...
Semoga walaupun sedikit, bantuan kita semua akan
memberi sedikit arti bagi beberapa orang saudara kita
di Aceh sana. Amin.
Menjelang subuh, ditemani Jilannisa ku yang sedang
terlelap dalam mimpi
Wakamatsu 1-3-10
Henny